Kamis, 30 April 2009

Ayah, cinta pertama anak perempun, benarkah?

0 komentar

Bagi seorang anak perempuan, ayah adalah cinta pertamanya. Hubungan itu yang akan menjadi dasar dari bentuk hubungan laki-laki dan perempuan yang akan dialaminya saat dewasa nanti.Kelak ayah akan menjadi ukuran dan perbandingan bagi setiap laki-laki yang kelak dikenalnya.

Penulis buku The Role of the Father in Child Development Michael E. Lamb mengatakan, hubungan antara ayah dan anak perempuannya mempengaruhi feminitas si gadis cilik.

“Anak perempuan meniru ibunya dan mengamati reaksi ayahnya. Dari situ, ia akan mengembangkan intuisi dan
sikapnya dalam berhubungan dengan lawan jenis,” kata Lamb.

Dia meyakini, ada hubungan sebab akibat antara pengalaman seorang anak perempuan bersama ayahnya dengan kemampuan anak tersebut menjalin kasih sayang dengan orang lain di kehidupan dewasanya.

Kenangan hubungan anak perempuan dengan ayahnya membuat dia lebih obyektif menilai teman prianya dan membekalinya dengan kemampuan menjalin hubungan kasih yang lebih sehat

Hal senada diungkapkan Psikolog dari Boston dan pembuat program televisi Full of Ourselves Catherine Steiner-
Adair. Dia mengatakan, sikap ayah terhadap anak perempuannya membuat si anak bisa mengatasi hubungan dengan lawan jenisnya.

Dari ayah, seorang gadis cilik belajar tentang otoritas, kekuatan, persaingan kerja, cara mengungkapkan kemarahan, cara mengelola uang, mengambil resiko, dan cara mengembangkan citra diri.

Seorang perempuan yang berhasil dalam kariernya biasanya memiliki ayah yang memberi saran tentang karier. Dari ayah, anak belajar tentang investasi dan keuangan. Kenangan masa kecil yang didapat si anak perempuan akan terekam dan mengendap hingga dewasa.

“Cara terbaik untuk ayah menolong anak perempuannya adalah membiarkan mereka mencari jalan sendiri. Anda hanya perlu mendengarkan dan membuat anak Anda merasa Anda peduli dan percaya bahwa mereka bisa menyelesaikan masalahnya sendiri,” kata Steiner Adair.

Anak perempuan membutuhkan waktu bersama ayahnya. Waktu adalah bukti cinta. Anda bisa bermain boneka, lempar tangkap, atau ngobrol soal film, musik, atau berita terkini.

“Anda akan melihatnya tumbuh percaya diri, menerima dirinya dan menghormati pria. Seorang anak, tidak perlu mencari sosok ideal sepanjang hidupnya selama kebutuhan psikologis itu didapatnya dari Ayah,” tuturnya.

Steiner Adair menambahkan, anak perempuan akan belajar menghormati lelaki dan tahu bagaimana memperlakukannya.

“Sebab, sampai kapan pun lelaki akan merasa penting bila dibutuhkan dan wanita akan merasa penting bila dibutuhkan,”
(dari berbagai sumber)


he2, sebenernya curahan hati....,
lah kangennn banget ma bapak, hiks3....
penulis butuh figur ayah,:(, ayo, siapa yang mau?
komentar, he2...
boleh,...

Ayah

0 komentar

menjadi ayah?
hm....
rasa-rasanya butuh banyak begitu persiapan ya...
teruntuk mas wasir, mas zai n mas zainalku yang nun jauh disana,..
untuk mas safari, mas jo n mas jawal,jadilah ayah yang baik ya....
memang berat menempatkan diri sebagai pahlawan bagi generasi depan,...
tapi,..
kalo inget ayah kita,...
everything is impossible...

***

Tips praktis menciptakan figur ayah yang baik bagi anak :


1. Selalu sediakan waktu untuk berinteraksi dengan anak. Walaupun hanya sebentar, sosok ayah sangat penting menumbuhkan sisi maskulinitas anak. Keterlibatan melalui permainan, pemberian pujian/dukungan, menanyakan kejadian-kejadian yang dialami anak hari itu, mendongeng, mewarna dll

2. Sebagai ayah hindari tingkah laku menghina, meremehkan, memarahi, membandingkan dan diktator karena bisa menimbulkan perilaku agresif dan tidak kooperatif pada diri anak.”Itu akibatnya, kalau kamu malas belajar. Lihat tuh si Novi nggak susah disuruh belajar” (membandingkan)

3. Jangan bersifat pasif atau acuh tak acuh pada anak. Usahakan terlibat aktif mentransfer nilai-nilai yang baik pada anak.

4. Jadilah figur idola bagi anak. Misalnya memberikan kasih sayang, perhatian dan sikap yang tulus, teladan perilaku yang baik, teladan kemandirian, kepemimpian dan ketegasan, sikap adil, kepiawaian bergaul dan lain-lain

5. Jika tidak ada seorang ayah dalam rumah sehingga terjadi kekosongan figur ayah maka sang ibu harus memastikan peran pengganti bisa dimainkan oleh kakek, paman, guru atau orang lain yang dianggap pantas sebagai teladan dan bisa menjalin hubungan harmonis dengana anak.

“Laisa minna mallam yarham shoghiironaa waya’rif haqqo kabiirina”
“Tidaklah termasuk golongan kami, orang-orang yang tidak mengasihi anak kecil diantara kami dan tidak mengetahui hak orang besar (lebih tua) diantara kami” (HR abu dawud dan tirmidzi)

“Seseorang A’rabi telah mendatangi Nabi Saw dan berkata.”Apakah engkau menciumi anak-anakmu, sedang kami belum pernah melakukan itu.’Maka Nabi Saw bersabda: “apakah engkau ingin Allah mencabut rasa kasih sayang dari hatimu ?” (HR Bukhori)
Kisah sahabat Al-Aqra’ punya 10 anak dan tdk pernah menciuminya, sabda Rasulullah setelah menciumi Al-Hasan bin Ali : “Barangsiapa yang tidak mengasihi tidak akan dikasihi” (HR Bukhori)

“Ketika masih kecil, Aku pernah berada di bawah pengawasan Rasulullah Saw dan tanganku bergerak mengulur ke arah makanan yang ada dalam piring, maka Rasulullah Saw berkata kepadaku, “Wahai anakku, sebutkanlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah (hanya) yang ada di sampingmu”

HR abu dawud dan Hakim :
Perintahkan anak-anakmu untuk melaksanakan Salat apabila mereka telah berusia 7 tahun, dan apabila mereka telah berusia 10 tahun, maka pukullah mereka (apabila tetap tidak mau melaksanakan Salat itu) dan pisahkanlah tempat tidur mereka”
Islam secara bertahap berupaya mendidik anak dengan peringatan, pemboikotan sampai kepada pukulan yang tidak melukai. Para Pendidik tidak boleh menggunakan cara paling keras jika cara yang ringan dapat berguna. Inilah puncak upaya Islam di dalam mendidik anak-anak.

Orang tua tidak boleh memberinya kebebasan mutlak sehingga anak bisa berbuat apa saja semuanya. Karena itu, diperlukan adanya konsep yang menyeimbangkan sikap orang tua terhadap anak.
Orang tua harus menerapkan sikap lembut dan keras dengan batasnya masing-masing.

Cara mendidik yang benar adalah dengan menyeimbangkan antara pujian dan hukuman bagi anak. Pujian yang berlebihan akan berakibat sama buruknya dengan hukuman berlebihan karena kedua-duanya akan mengganggu keseimbangan mental anak dan membuatnya gelisah.
“Anak yang tumbuh besar dalam lingkungan kasih sayang yang berlebihan akan lemah dalam menghadapi tantangan kehidupan dan tidak mampu untuk berdiri di atas kaki sendiri”

Ketika sakit, anak membutuhkan perhatian dari orang tuanya. Namun, jangan sampai perhatian mereka atas keadaannya ini menjadi berlebihan. Usahakan untuk menjaga keseimbangan dalam memberikan perhatian kepadanya. Perhatian yang berlebihan yang biasanya diberikan oleh para ibu kepada anak saat jatuh sakit, akan membuat anak tersebut sombong, cengeng, gampang mengadu, dan mudah menyerah.

hayo, siapa yang dah siap jadi ayah-ayah teladan selajutnya?jadi pahlawan bagi generasi yang datang.....

harus siap!


**tulisan ini hanya untuk kalangan sendiri...bagi siapa saja yang ingin berkomentar, silakan diisi, yang penting yang bermanfaat aja ya....